2.2.1 Masa Kecil Nabi
Nabi
disusui ibunya hanya selama tiga hari. Sesudah itu, dua wanita lain mendapat
kehormatan menjadi ibu susunya yaitu (Subhani, 1984) :
1. Suwaibah: wanita budak Abu Lahab. Ia meneteki Nabi selama empat
bulan, dan menjadi sasaran pujian Nabi dan istrinya yang saleh, khadijah,
sepanjang hidupnya. Setelah diangkat sebagai Nabi, Nabi berniat membelinya.
Beliau mengirim seseorang menghadap Abu Lahab untuk mengadakan transaksi, namun
Abu Lahab menolak menjualnya, bagaimanapun, Suwaibah menerima bantuan dari Nabi
sepanjang hidupnya. Sekembalinya Nabi dari perang Khaibar, berita kematian
Suwaibah sampai kepada beliau. Tanda kesedihan terlihat di wajahnya. Beliau
mencari putra Suwaibah, dengan maksud memberi bantuan. Tapi beliau diberi tahu
bahwa anak Suwaibah sudah meningggal lebih dahulu.
2. Halimah: putri Abi Zuwaib dari suku Sa’ad bin Hawazan. Ia mempunyai
tiga anak: ‘Abdullah, Anisah, dan Syima’. Yang disebut terakhir juga turut
mengasuh Nabi.
Sudah
menjadi kebiasaan, keluarga bangsawan Arab mempercayakan anak-anaknya kepada
wanita penyusu. Biasanya para ibu susu itu tinggal di luar kota, sehingga
anak-anak dapat dibesarkan di udara gurun yang segar serta tumbuh kuat dan
sehat. Selain itu, di lingkungan gurun, anak-anak juga tak mudah ketularan
penyakit seperti di kota Mekkah. Mereka juga dapat belajar bahasa Arab di
kawasan yang masih asli ini.Para penyusu suku Bani Sa’ad sangat terkenal di
kawasan ini.Mereka mengunjungi Mekkah pada waktu-waktu tertentu, lalu
masing-masing membawa pulang seorang bayi (Subhani, 1984).
Empat
bulan sesudah kelahiran Nabi, ibu-ibu penyusu Bani Sa’ad mengunjungi
Mekkah.Tahun itu mereka sedang mengalami paceklik yang parah, sehingga sangat
membutuhkan pertolongan keluarga-keluarga bangsawan.Bayi Quraisy yang baru
lahir itu tidak mau mengisap buah dada wanita penyusu wanita manapun.Kebetulan
Halimah datang dan anak itu pun menetek padanya.Keluarga ‘Abd al-Muthalib
sangat gembira.’Abd al-Muthalib berkata kepada Halimah, “Engkau dari suku
mana?”Jawabnya, “Dari suku Bani Sa’ad.”Lalu ‘Abd al-Muthalib menanyakan
namanya.‘Abd seraya berkata, “Bagus! Bagus! Dua kebiasaan yang baik dan dua
sifat yang patut.Yang satu kebahagian dan kemakmuran, dan yang lainnya
kelembutan dan kesabaran (Subhani, 1984).
2.2.2 Masa
kanak-kanak Nabi
Sejarah
mengatakan bahwa kehidupan Nabi, penuntun mulia kaum Muslim, penuh peristiwa
menakjubkan sejak masa awal kanak-kanak hingga kerasulannya.Semuanya mengandung
aspek kebesarannya.Keseluruhannya menunjukan bahwa kehidupan Nabi tidaklah
biasa.Nabi tinggal selama lima tahun bersama suku Bani Sa’ad dan tumbuh sehat. Selama
itu, ada dua atau tiga kali Halimah membawanya menemui ibunya.Kali pertama
Halimah membawanya ke ibunya adalah ketika masa menyusuinya selesai.Namun,
Halimah mendesak Aminah untuk mengembalikan anaknya kepadanya.Alasannya, anak
itu telah menjadi sumber karunia dan rahmat baginya.Alasan ibunya mengabulkan
permintaan Halimah adalah lantaran kolera sedang melanda Mekkah waktu itu
(Subhani, 1984).
Kali kedua
Halimah membawa Muhammad ke Mekkah bertepatan dengan datangnya sekelompok
pendeta dari Etiopia di Hijaz.Mereka melihat anak itu di kalangan suku Bani
Sa’ad. Mereka mendapatkan bahwa semua tanda Nabi yang akan datang sesudah Nabi
‘Isa, sebagaimana itu, mereka memutuskan untuk menguasai anak itu bagaimanapun
caranya, dan akan membawanya ke Etiopia, supaya negeri itu beroleh kehormatan
mempunyai Nabi itu.Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, tanda-tanda Nabi
Muhammad telah diceritakan dalam injil.Karena itu, sangatlah wajar bila para
pendeta waktu itu dapat mengenali orang yang tanda-tandanya lengkap. Al-Qur’an
mengatakan dalam kaitan ini, Dan ingatlah
ketika ‘Isa Putra Maryam berkata, “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab [yang turun] sebelumku, yaitu Taurat,
dan memberi kabar gembira dengan [akan datangnya] seoarng rasul sesudahku, yang
namanya Ahmad (Muhammad).” Tapi tatkala rasul itu datang kepada dengan
bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata”(Subhani,
1984).
2.2.3 Masa Remaja
Para
pemimpin masyarakat harus tabah dan sabar, tegar dan kuat, gagah berani, dan
memiliki jiwa besar. Bagaimana mungkin orang penakut dan berhati kecil, lemah
dan pengecut, lamban dan malas, akan memimpin masyarakat melalui jalan-jalan
yang sulit? Mungkinkah ia mengambil sikap di hadapan musuh dan melindungi
entitas dan kepribadiannya dari serangan orang banyak?.Kebesaran dan keagungan
jiwa, kekuatan jasmani dan rohani, serta kecakapan pemimpin berdampak besar
pada pengikutnya. Ketika Amirul Mukminin ‘Ali memilih salah satu sahabatnya
yang tulus untuk menjadi Gubernur Mesir, ia menyurat kepada rakyat Mesir yang
menderita, yang selama ini ditindas oleh tirani pemerintah yang berkuasa di
negeri itu. Dalam suratnya, ia memuji gubernurnya yang baru itu karena
keberanian dan kesucian rohaninya. Kami sesungguhnya, “Telah saya kirim kepada
Anda sekalian seorang hamba Allah, yang tidak tidur di hari-hari yang
mencemaskan dan tidak bersikap pengecut ketika menghadapi musuh dalam situasi
darurat. Bagi penjahat, ia lebih ganas dari nyala api. Dialah Malik bin Harits
dari Suku Mazhaj. Dengarlah kata-katanya dan kerjakan perintahnya, karena dia
salah satu pedang Allah yang tidak akan tumpul, dan tebasannya tidak meleset”
(Djabbar, 1992).
Selama
masa remaja dan dewasanya, tanda-tanda kekuatan, keberanian, ketegaran, dan
keperkasaannya terlihat di dahi putra Quraisy yang istimewa ini.Ketika berusia
15 tahun, beliau ikut serta dalam perang Fujjar.Tugasnya menangkis panah yang
diarahkan kepada paman-pamannya. Dalam Sirah-nya,
Ibn Hisyam mengutip kalimat Nabi, “Aku menangkis panah yang di arahkan kepada
paman-pamanku.”Keikutsertaan dalam perang di usia demikian muda ini menjelaskan
keberanian Nabi yang tiada bandingan. Maka, kita pun mengerti mengapa ‘Ali,
orang terberani di antara yang paling berani, berkata, “Kapan saja kami (laskar
muslim) menghadapi perlawanan sengit di medan pertempuran, kami berlindung pada
Rasulullah, sementara tak seorang pun yang lebih dekat dengan musuh ketimbang
beliau sendiri”(Djabbar, 1992).
Sudah hari
itu, kaum Quraisy dan sekutunya sering keluar dari wilayah Haram dan bertempur
melawan musuhnya. Nabi juga ikut serta
bersama para pamannya selama beberapa hari, sebagaimana disebutkan di
atas. Kejadian ini berlangsung selama empat tahun.Perang berakhir dengan
membayar uang darah kepada suku Hawazan yang lebih banyak kehilangan nyawa
ketimbang Quraisy (Djabbar, 1992).
Hilf al-Fudhul (Perjanjian Pemuda)
Jauh
sebelumnya pernah ada persetujuan yang disebut “perjanjian Fudhul” di kalangan
suku Jurhum.Tujuannya untuk melindungi hak-hak yang tertindas. Pihak-pihak yang
terkait dengan perjanjian ini, menurut sejarawan terkenal ‘Imad ad-Din Ibn
Katsir, adalah Fadhal bin Fadhalah, Fadhal bin Harits, dan Fadhal bin
Wida’ah.Belakangan, suatu perjanjian dibuat pula oleh sejumlah orang Quraisy.
Karena perjanjian ini sama dengan Hilf al-Fudhul dalam tujuannya (yaitu
perlindungan hak-hak orang tertindas), maka perjanjian ini disebut juga
Perjanjian Fudhul.Partisipasi Nabi dalam Perjanjian yaitu dua puluh tahun
sebelum kerasulan Muhammad, seorang lelaki tiba di Mekkah di bulan Zulkaidah
dengan membawa barang. Barang itu lalu dibeli ‘Ash bin Wa’il, tapi ia tidak
membayar menurut harga yang sudah disepakati. Lelaki itu melihat beberapa orang
Quraisy sedang duduk dekat Ka’bah.Ia lalu mengeluh keras-keras serta membacakan
sajak yang menggugah orang yang punya rasa harga diri. Zubair bin ‘Abd
al-Muththalib bangkit beserta beberapa orang lainnya. Mereka berkumpul di rumah
‘Abdullah bin Jad’an dan membuat perjanjian serta berikrar secara khidmat untuk
memelihara persatuan dan, bila mungkin, menekan penindas untuk memulihkan
hak-hak orang tertindas. Ketika upacara selesai, mereka pergi kepada ‘Ash bin
Wa’il dan mengambil kembali barang yang dibelinya tanpa membayar itu, lalu
mengembalikannya kepada si pemilik.Nabi ikut serta dalam perjanjian yang
menjamin kesejahteraan orang tertindas ini.Beliau sendiri telah menyatakan
keagungan perjanjian itu.Berikut ini adalah dua dari pernyataan beliau tentang
itu (Djabbar, 1992).
“Di rumah
‘Abdullah bin jad’an, saya mengikuti perjanjian itu. Saat ini pun (yaitu
sesudah kerasulannya), jika di undang ke perjanjian serupa, saya akan
menghadirinya. “Yakni, tetap setia pada perjanjian itu.Ibn Hisyam mengutip
bahwa Nabi suka berkata tentang perjanjian tersebut, “saya tidak mau melanggar
janji saya itu, sekalipun ditawari hadiah paling berharga.”Perjanjian Fudhul
demikian mantapnya sehingga bahkan generasi kemudian merasa terikat padanya.
Contohnya, peristiwa yang terjadi di masa Gubernur Walid bin ‘Utbah bin Abu
Sufyan, kemenakan Mu’awiyah, yang ditunjuk Mu’awiyah sebagai gubernur Madinah.
Pemuka para syuhada, Husain bin ‘Ali, yang tak pernah tunduk pada tirani
sepanjang hidupnya, menggugat Gubernur Madinah itu dalam masalah keuangan, yang
menuntut pajak terlalu besar. Untuk menghancurkan fondasi kezaliman dan
menyadarkan rakyat akan hak mereka untuk mendapatkan perlakuan adil, Husain
menghadap Sang Gubernur seraya berkata, “Demi Allah, kapan saja Anda meminta
berlebihan, saya akan mencabut pedang, tampil di Masjid Nabi, dan mengundang
orang kepada perjanjian yang diikrarkan oleh nenek moyangnya.” Di antara yang
hadir, ‘Abdullah bin Zubair bangkit mengulang kalimat yang sama sambil
menambahkan, “Kita semua akan bangkit dan mendapatkan hak atau terbunuh di
jalan ini. “Seruan Husain perlahan-lahan sampai pada orang-orang berpikiran
bersih seperti Masur bin Mukhramah dan ‘Abd ar-Rahmanbin ‘Utsman. Semua
bergegas ke pintu rumah Husain seraya berkata, “Ini kami!” Akibatnya, Gubernur,
karena takut akan pemberontakan, tak jadi menarik pajak tinggi (Djabbar, 1992).
2.2.4 Masa Dewasa dan Pandangan Kaum Quraisy Terhadap Nabi
Muhammad SAW
Nabi
Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke syiria (syam) dalam
usia baru 12 tahun. Kafilah itu dipimpin oleh Abu Tholib, dalam perjalanan ini,
di Basroh sebelah selatan syiria ia bertemu dengan pendeta kristen bernama
Buhairoh. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan
petunjuk cerita-cerita kristen. Sebagian sumber menceritakan bahwa pendeta itu
menassehati Abu Tholib agar jangan terlalu jauh memasuki daerah syiria. Sebab
dikhawatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbaut
jahat terhadapnya. Pada usia yang ke – 25, Muhammad berangkat ke syiria membawa
barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah.
Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar.Khadijah kemudian
melamarnya.Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan.Ketika itu
Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya,
Khadijah adalah wanita pertama yang masuk islam dan banyak membantu Nabi dalam
perjuangan menyebarkan islam. Perkawinan bahagia dan saling mencintai, beliau
dikaruniai enam orang anak; dua Putera dan empat puteri: Qasim, Abdullah,
Zainab, Ruqayah, Ummu Kulsum, dan Fatimah. Kedua puteranya meninggal waktu
kecil.Nabi Muhammad tidak kawin lagi sampai Khadijah meninggal ketika Muhammad
berusia 50 tahun.Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad
terjadi pada saat usianya 35 tahun.Waktu itu bagunan Ka'bah rusak
berat.Perbaikan Ka'bah dilakukan secara gotong royong.Para penduduk Mekah
membantu pekerjaan ltu dengan sukarela.Tetapi pada saat terakhir, ketika
pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan.Hajar aswad di tempatnya semula,
timbul perselisihan.Setiap suku merasa berhak melakukan tugas terakhir dan
terhormat itu. Perselisihan semakin memuncak, namun akhimya para pemimpin
Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk ke Ka'bah melalui pintu Shafa,
akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini. Ternyata orang yang pertama
masuk itu adalah Muhammad.Ia pun dipercaya menjadi hakim ia lantas
membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad di tengah-tengah, lalu meminta
seluruh kepala suku memegang, tepi kain itu dan mengangkatnya bersama-sama.
Setelah sampai pada ketinggian tertentu, Muhammad kemudian meletakkan batu itu
pada tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dengan
bijaksana, dan semua kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaianseperti
itu (Abu Bakar Siraj al-Din, 2007).
Menjelang
usianya yang keempat puluh, beliau sudah terlalu biasa memisahkan diri dari
keramaian masyarakat, berkontemplasi ke gua Hira, beberapa kilo meter di utara Mekah. Di sana Muhammad
mula-mula ber jam-jam kemudian berlari-lari bertafakkur. Pada tanggal 17
Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu
Alloh yang pertama: "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmu itu Maha Mulia.Dia
telah mengajar dengan Qalam.Dia telah mengajar manusia apa yang tidak mereka
ketahui" (QS 96: 1-5).Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad
telah dipilih Tuhan sebagai Nabi.Dalam wahyu pertama ini, dia belum
diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.Setelah wahyu pertama
itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi
Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua Hira'.Dalam keadaan menanti
itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai
berikut: "Hai orang yang berselimut, bangun dan beri ingatlah. Hendaklah
engkau besarkan Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan
dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah"
(Al-Muddatstsir: 1-7) (Amin, 2006).
0 komentar:
Posting Komentar